Education is the most powerful weapon which you can use to change the world-Nelson Mandela-   Education is the ability to listen to almost anything without losing your temper or your self-confidence-Robert Frost-  Education: the path from cocky ignorance to miserable uncertainty-Mark Twain-  Education is our passport to the future, for tomorrow belongs to the people who prepare for it today

Rabu, 26 Oktober 2011

Tips Belajar Sambil Bermain Bagi Anak


1. Mekanisme Emosi. Pemainan cenderung membuat anak senang. Dalam kondisi senang, otak lebih mudah menyerap informasi, baik dari segi waktu (lebih cepat) aupun kuantitas (semakin banyak yang terserap dalam waktu singkat).

2. Mekanisme Asosiasi. Emosi senang yang dialami anak biasanya bersifat menetap berkat adanya prinsip asosiasi. Maksudnya, anak akan menghubungkan perasaan senang yang ia alami dengan apa yang ia pelajari. Saat mengingat suatu permainan, otomatis ia teringat pada apa yang dipelajarinya saat melakukan permainan itu. Mekanisme ini membantu anak lebih mudah mengingat apa yang dipelajari dari apa yang ia mainkan. Selain itu, emosi senang membuatnya mengasosiasikan pelajaran sebagai sesuatu yang menyenangkan, bahkan tanpa menyadari bahwa ia sedang belajar. Misalnya, permainan berkebun yang ia lakukan di sekolah, membuatnya menemukan banyak tanaman yang belum ia ketahui. Dirinya terpancing ingin mencari tahu tentang tanaman-tanaman itu, bertanya pada orang tua, atau mencarinya sendiri melalui internet. Nah, dengan begitu otomatis pengetahuannya akan bertambah atas keinginannya sendiri. Proses pencarian info yang ia lakukan adalah proses belajar.

3. Mekanisme Doing by Learning. Belajar sambil praktik membuat anak lebih mudah mengigat untuk jangka waktu lama. Bedakan dengan hafalan yang hanya masuk pada memori jangka pendek sehingga anak lebih gampang melupakannya.

4. Mekanisme Mengamati Secara Konkret. Belajar sambil bermain umumnya menggunakan benda-benda konkret. Misalnya, pelajaran matematika penjumlahan dan pengurangan dilakukan dengan memanfaatkan buah-buahan. Semakin banyak indra yang dirangsang selama belajar menggunakan benda-benda konkret akan semakin mudah anak memahami dan mengingatnya.

5. Mekanisme Perbandingan Sosial. Kita percaya kegembiraan itu dapat menular. Saat melihat keberhasilan temannya menyelesaikan tugas atau memainkan sesuatu, hasil tersebut akan memacunya untuk meraih kegembiraan itu, ia harus berusaha. Hal ini disebut sebagai vicarious reinforcement, bahwa kegembiraan atau dampak positif yang dirasakan orang lain menguatkannya untuk melakukan hal yang sama agar mendapatkan kegembiran/dampak positif yang sama. Jadi, ada kompetisi yang menyenangkan di sini.

6. Mekanisme Penguatan (reinforcement). Belajar sambil bermain memerlukan suasana rileks. Dengan begitu, anak lebih terpacu menunjukkan keberhasilannya karena pujian tetap akan diberikan dan ia membawa kegembiraan. Sebaliknya, anak percaya ia tidak akan dihakimi hanya karena membuat kesalahan, sehingga ia terpacu untuk menjadi lebih baik tanpa takut mencoba lagi serta tanpa takut membuat kesalahan.

Mengajar Dengan Cinta

Metode Pembelajaran Rhizo Education

P-A-I-K-E-M & Syar'i

P  = Pembelajaran; proses dilakukan dua arah, pengajar sebagai pemberi input dan siswa meresponnya

A = Aktif; setiap respon yang terjadi akan menjadi modal bagi proses pembelajaran yang dinamis sehingga tercipta suasana komunikasi dan diskusi yang baik antara siswa dan pengajar, karena pengajar tidak memberikan ikan nya, melainkan memberi pancing dan kail kemudian mengajarkan bagaimana menggunakannya

I  = Inovatif; waktu terus berjalan, begitu banyak perubahan yang terjadi, perkembangan dalam setiap bidang terus bergulir dengan cepat, sehingga kebutuhan siswa setiap waktu terus berubah, inovasi adalah hal yang mutlak diperlukan agar proses belajar senantiasa cocok dengan kondisi yang dinamis tersebut.

K = Kreatif; ketika anda bisa mencapai sesuatu dengan lebih cepat dan mudah mengapa anda harus memilih cara yang lambat dan sulit, maka disanalah kreatifitas berperan, dan proses pembelajaran menjadi lebih baik.

E = Efektif; A, I, dan K di atas pada dasarnya adalah tahapan untuk mencapai tahap E ini. Agar pembelajaran tidak berlangsung secara bertele-tele dan melelahkan, tetapi pembelajaran berlangsung secara cepat dan tepat.

M = Menyenangkan; Otak kita tidak akan bisa menerima informasi atau ilmu secara maksimal jika dalam keadaan tertekan (terpaksa, jenuh, bosan, dan seabreg situasi negatif lainnya), sebaliknya otak kita akan bekerja secara maksimal dalam keadaan yang enjoy (situasi yang menyenangkan).

Syari' = Tentunya, apapun yang kita lakukan akan bernilai baik dan bernilai ibadah jika senantiasa mengikuti petunjuk Allah dan Rasul-Nya. Sehingga proses belajar yang merupakan proses ikhtiar ini akan tersempurnakan dengan tawakal kita kepada Allah, seraya memohon agar diberikan kemudahan dan hasil yang terbaik.

Insya Allah
Wallahu a'lam

By : Raka_
Semangat Sukses Rhizo

Minggu, 06 Maret 2011

Cara Jitu Mencatat Pelajaran


Membuat catatan yang baik memang membutuhkan sedikit waktu dan tenaga untuk mengorganisasikannya. Namun, dari sinilah awal kesuksesanmu. Ini adalah investasimu untuk masa depan. Makanya, sisihkan sedikit waktu untuk itu. Korbankan sedikit waktu yang biasanya kamu gunakan untuk menonton TV, chatting, atau ngobrol.

Membuat catatan dengan baik akan memberikan kemudahan bagi otakmu untuk menyerap materi pelajaran. Manfaatnya, selain sukses dalam studi, kamu juga terlihat smart dalam pergaulan. Soalnya, tanpa kamu sadari, kamu selalu nyambung dengan segala topik yang dibicarakan.

Berikut ini adalah beberapa tips mencatat pelajaran yang efektif.

Catat Poin TerpentingSetiap guru memiliki cara yang berbeda-beda dalam menerangkan pelajaran. Ada guru yang menerangkan pelajarannya sambil menuliskannya dengan rapi di papan tulis. Untuk jenis yang ini, kamu tinggal menyalinnya ke buku tulis.

Ada guru yang menjelaskan banyak tanggal-tanggal dan fakta-fakta, tetapi hanya menuliskan hal yang paling penting saja di papan tulis. Catat segera apa yang dituliskannya itu, lalu dengarkan kembali penjelasannya.

Ada juga guru yang enggak menuliskan apa pun di papan tulis, tetapi mereka mengulangi beberapa tanggal atau informasi. Catat itu! Setiap hal yang diucapkan berulang-ulang itu, pertanda bahwa itu sesuatu yang penting.

Seperti apa pun gaya mengajar gurumu, santai saja. Catat poin-poin terpenting dari penjelasan mereka, maka kamu enggak pernah kewalahan dalam menyerap pelajaran yang diberikan.

Jangan Terlalu Sibuk Mencatat
Kamu akan kerepotan kalau mencoba mencatat setiap kata yang diucapkan oleh gurumu ketika mengajar. Jika kamu terlalu fokus untuk mencatat dengan benar, kamu mungkin justru akan kehilangan banyak informasi penting. Lebih baik, simak dengan baik penjelasan gurumu. Catat poin-poin yang penting saja. Setelah pelajaran selesai, ulangi kembali materi yang diajarkan tadi.

Tanyakan
Jangan segan meminta guru untuk mengulang sesuatu yang kamu enggak ngerti. Jika guru mengajar terlalu cepat, mintalah untuk memaparkan kembali dengan lebih lambat. Catat segera!
Jika kamu enggak ingin bertanya di dalam kelas, temui gurumu setelah pelajaran selesai. Tanyakan hal yang belum jelas dan catat penjelasannya dengan baik.

Bandingkan
Bandingkan apa yang kamu catat dengan buku pegangan sekolah atau buku lain yang berkaitan. Kamu mungkin perlu menambahkan catatanmu dengan informasi lain yang terdapat di buku yang kamu baca itu.

Kamu dapat juga membandingkan catatanmu dengan catatan temanmu. Selain akan menghindarkan kamu dari kesalahan mencatat, cara ini akan membantumu mengingat pelajaran yang diterangkan. Tentu saja, hal ini sangat berguna saat kamu menghadapi tes nanti.

Catat Ulang
Di sekolah, mungkin saja kamu mencatat dengan tergesa-gesa sehingga ada kata yang enggak jelas atau ada tulisan yang sulit dibaca. Sebaiknya, catat ulang semua catatan yang kamu buat di sekolah ke dalam buku catatan khusus masing-masing pelajaran. Sedapat mungkin, catat ulang hari itu juga.
Selain membuat catatanmu rapi sehingga nyaman membacanya, mencatat ulang juga membuat pelajaran yang dipaparkan guru terekam dengan kuat dalam ingatanmu. Semakin rajin kamu mencatat ulang setiap pelajaran, semakin mudah kamu menghadapi tes/ujian.

Organisasikan
Supaya enggak repot membawa banyak buku catatan, catat semua pelajaran pada satu buku catatan. Setiba di rumah, salin kembali masing-masing catatan tersebut ke dalam buku-buku khusus. Hal ini akan memudahkanmu saat mempelajarinya kembali untuk menghadapi tes atau untuk mengerjakan tugas.

Senin, 07 Februari 2011

Pendidikan Indonesia Terbaik di Dunia?



Pendidikan terbaik di dunia? Bukan Harvard, bukan Amerika, juga bukan Inggris, apalagi Indonesia — melainkan Finlandia, negeri yang paling tidak korup di muka bumi ini. Hebatnya, Finlandia tak cuma jagoan mendidik anak-anak “normal,” tapi juga unggul dalam pendidikan bagi anak-anak yang lemah mental. Pendek kata, Finlandia berhasil membuat seluruh anak didiknya cerdas — tak peduli yang normal atau yang lemah mental.
Finlandia mengalahkan 40 negara lain di dunia berdasar survei PISA yang dilakukan oleh OECD tahun 2003. Tes komprehensif dilakukan melalui pengukuran kemampuan mathematics, reading, science, dan problem solving yang nantinya ditujukan untuk peningkatan kualitas sistem pendidikan. Tes ini dilakukan per tiga tahun — tes terakhir dilakukan pada tahun 2006 dan hasilnya baru akan keluar akhir 2007. Mau tahu di mana posisi Indonesia?

Perolehan Skor

Mathematics (rata-rata 484,84)
  • Hong Kong-China (550,38)
  • Finlandia (544,29)
  • Korea Selatan (542,23)
  • Belanda (537,82)
  • Liechenstein (535,80)
  • …..
  • …..
  • Brazil (356,02)
  • Tunisia (358,73)
  • Indonesia (360,16)
  • Mexico (385,22)
  • Thailand (416,98)
Reading (rata-rata 480,22)
  • Finlandia (543,46)
  • Korea Selatan (534,09)
  • Kanada (527,91)
  • Australia (525,43)
  • Liechtenstein (525,08)
  • …..
  • …..
  • Tunisia (374,62)
  • Indonesia (381,59)
  • Mexico (399,72)
  • Brazil (402,80)
  • Serbia (411,74)
Science (rata-rata 487,77)
  • Finlandia (548,23)
  • Jepang (547,64)
  • Hong Kong-China (539,50)
  • Korea Selatan (538,43)
  • Liechtenstein (525,18)
  • …..
  • …..
  • Tunisia (384,68)
  • Brazil (389,62)
  • Indonesia (395,04)
  • Mexico (404,90)
  • Thailand (429,06)
Problem Solving (rata-rata 485,20)
  • Korea Selatan (550,43)
  • Hong Kong-China (547,89)
  • Finlandia (547,61)
  • Jepang (547,28)
  • Selandia Baru (532,79)
  • …..
  • …..
  • Tunisia (344,74)
  • Indonesia (361,42)
  • Brazil (370,93)
  • Meksiko (384,39)
  • Turki (407,53)
Skor Total (rata-rata 484,51)
  • Finlandia (545,90)
  • Korea Selatan (541,29)
  • Hong Kong-China (536,83)
  • Jepang (531,79)
  • Liechtenstein (528,87)
  • …..
  • …..
  • Tunisia (365,69)
  • Indonesia (374,55)
  • Brazil (379,84)
  • Meksiko (393,56)
  • Thailand (422,73)

Resep Sukses Finlandia

Dari segi anggaran, Finlandia agak sedikit lebih tinggi dari negara lain — walau bukan yang tertinggi. Kegiatan sekolah juga hanya 30 jam per minggu. Tapi guru-guru di Finlandia adalah pilihan dengan kualitas terbaik. Untuk menjadi guru jauh lebih ketat persaingannya ketimbang melamar Fakultas Hukum atau Kedokteran. Guru juga diberi kebebasan dalam kurikulum, text-book, hingga metode pengajaran dan evaluasi.
Sistem pendidikan Finlandia memang unik. Remedial tidak dianggap sebagai kegagalan tapi untuk perbaikan. Orientasi dibuat untuk tujuan-tujuan yang harus dicapai. Penekanan ada di proses, bukan hasil. PR dan ujian tak musti dikerjakan dengan sempurna — yang penting murid menunjukkan adanya usaha. Ujian justru dipandang sebagai penghancur mental siswa.
Sejak awal, murid diajari bertanggung jawab mengevaluasi dirinya sendiri. Mereka didorong untuk bekerja secara independen. Guru tidak mesti selalu mengontrol mereka. Proses pembelajaran berjalan dua arah. Suasana sekolah boleh dibilang jadi lebih cair, fleksibel, dan menyenangkan. Namun efektif.
Guru juga tak pernah mengkritik murid yang justru dinilai membuat murid malu dan menghambat proses pembelajaran itu sendiri. Murid “boleh” berbuat kesalahan, namun guru akan memintanya untuk membandingkan dengan hasil sebelumnya. Memang tak ada sistem ranking di sini sehingga siswa merasa confident dan nyaman terhadap dirinya. Ranking dipandang hanya membuat guru berfokus pada murid-murid terbaik saja, bukan ke seluruh murid.
Finlandia sukses menggabungkan kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Di Finlandia, perbedaan antara murid berprestasi baik dan murid yang kurang sangatlah kecil. Kata seorang guru di Finlandia, “Kalau saya gagal dalam mengajar seorang murid, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!”
Sedangkan di Indonesia malah ada sejumlah guru dan kepala sekolah yang dengan bangga tidak menaikkelaskan anak didiknya. Gagal mendidik kok bangga.

Pendidikan di Indonesia

Menikmati pendidikan belasan tahun di Indonesia membuat saya miris. Penilaian berorientasi hasil, bukan proses. Pembinaan mengabaikan EQ dan SQ. Isinya hafalan, cara cepat membabat soal, dan “ilmu” yang ketika diingat malah makin membuat lupa — tanpa penekanan soal pemikiran kritis dan pembentukan sikap mental positif. Trilogi dasar aspek pendidikan kognitif-psikomotor-afektif (sengaja?) diabaikan.
Di Indonesia, kualitas guru di Indonesia juga masih (maaf) memprihatinkan. Lulusan sekolah menengah yang jempolan biasanya lari ke tempat yang mentereng: Ilmu Kedokteran, Teknik, Ekonomi, dan sebagainya. Praktis, mereka yang masuk Ilmu Pendidikan adalah “sisa” yang gagal bersaing masuk ke jurusan elit.
Contoh lain adalah UAN yang baru saja lewat beberapa waktu lalu. Sesuai PP 19/2005, UAN adalah indikator kelulusan. Namun banyak yang menilai UAN tak bermanfaat karena hanya mengkondisikan penyelewengan — demi anak didik dan sekolah terangkat citranya. Guru, kepala sekolah, dan bahkan pejabat daerah terlibat jadi tim sukses. Passing grade ditetapkan, tapi sarana, prasarana, dan sumberdaya belum terkondisikan. Begitu hasil jeblok, segala cara agar murid lulus, bukan dengan introspeksi. We want to look good, but didn’t want to be really good.
Sebagian menyayangkan jerih payah tiga tahun hanya ditentukan dalam tiga hari. Banyak murid cerdas diterima SPMB Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, tapi gagal dalam UAN. Murid cerdas justru terbebani mentalnya. Apalagi, andaikata tak lulus, mereka musti mengulang Paket C yang prestisenya kalah jauh. Dorongan belajar pada akhirnya justru sulit dibangkitkan dan hasil maksimal mustahil diperoleh.
Di sisi lain, kualitas pendidikan memang sedemikian rendahnya. Dengan passing grade yang cukup rendah dibanding negara tetangga, masih banyak juga yang tidak lulus. Ketika ada wacana untuk menaikkan standar, protes di sana-sini. Solusinya? Mungkin kembalikan saja ke sistem Ebtanas lama yang dirasa lebih “fair” dan tidak mengundang banyak masalah — sembari menunggu format UAN yang benar-benar pas buat negeri ini.
Atau, sebelum UAN, misalnya sekolah mengadakan seleksi intern sehingga hanya benar-benar murid yang siap yang bisa mengikuti UAN. Atau, UAN dilakukan dengan beberapa passing grade: yang nilainya sekian bisa mendaftar S1, yang sekian hanya bisa mendaftar diploma, yang kurang bisa mengulang tahun depan. Di Singapura, hanya murid tertentu yang qualified yang bisa lanjut S1, sementara sisanya masuk ke program diploma/poltek (atau TAFE kalau di Australia).
Atau, mencontek di negara maju, murid yang lulus UAN mendapat ijasah UAN, sementara yang tidak hanya memperoleh ijasah sekolah atau tanda tamat belajar. Di Inggris misalnya, setelah pendidikan wajib 16 tahun, murid bisa langsung kerja atau ambil A-Level selama dua tahun untuk persiapan kuliah. Di akhir program ada tes nasional dimana murid yang mendapat nilai A pada mata pelajaran utama bisa langsung masuk universitas favorit seperti Oxford, Cambridge, Imperial College, dan sebagainya.
Yang jelas, jika KBK/KTSP diterapkan, kita semua musti konsisten. Evaluasi harus berdasarkan proses. UAN tak perlu dipaksakan sebagai penentu kelulusan. Tapi sejauh mana kesiapan kita (terutama di daerah) untuk menerapkannya? Itu PR kita bersama.

Conclusion

Asumsikan 1 persen dari jumlah warga negara adalah jenius, maka “seharusnya” ada 2,2 juta orang berbakat di Indonesia. Masalahnya, bagaimana menemukan mereka, mengasah mereka, memberi mereka kesempatan, supaya mereka bisa mengembangkan potensinya. Indonesia bagus di fisika dan matematika. Indonesia juga jagoan badminton. Ada juga Crhisjon yang jago tinju. Ada juga anak pedagang rokok yang meraih juara dunia catur. Ada juga yang bisa menemukan ion motion control di elektrolit. Patut disayangkan mengapa pemerintah masih cuek dan belum piawai dalam mengasah intan mutu manikam.
Hipotesis sementara saya, pendidikan informal (dalam hal ini keluarga) masih jadi unsur terpenting untuk membentuk pribadi yang unggulan selama pemerintah belum mampu membangun sistem pendidikan yang benar-benar mumpuni. Keluarga jugalah yang jadi benteng melawan budaya instan dan pengaruh negatif lingkungan. Dan hipotesis alternatif saya, murid-murid SMP-SMA tak seburuk yang ditulis di media. Pengaruh 18.00-21.00 yang jauh lebih kuat daripada masa studi 7.00-13.00 juga jadi salah satu faktor yang mendistorsi kualitas mereka sebenarnya. Wajar kalau di Finlandia, sewaktu istirahat para guru dan muridnya bermain LEGO robotic. Sementara di Indonesia, murid-murid lebih suka ngerokok, pacaran, atau tawuran sewaktu istirahat.
Anyway, sekadar cerita di sebuah rumah sakit umum di Los Angeles, ada dua kamar bersalin yang saling bersebelahan. Yang satu adalah kamar VIP sementara kamar di sebelahnya kelas ekonomi dimana pasiennya negro. Hebatnya, semua diperlakukan dengan standar yang sama. Dokter dan suster melayani dengan tulus, menyambut kelahiran dengan bahagia, dan langsung menguruskan dokumen kelahirannya. Pemerintah federal juga memberikan susu dan makanan bayi selama 3 tahun. Kata mereka, “orang tuanya sih boleh miskin dan uneducated, tapi si jabang bayi ini nggak boleh miskin dan nggak boleh uneducated.”

Pendidikan Indonesia Terbaik di Dunia?

Pendidikan terbaik di dunia?
Pendidikan terbaik di dunia? Bukan Harvard, bukan Amerika, juga bukan Inggris, apalagi Indonesia— melainkan Finlandia, negeri yang paling tidak korup di muka bumi ini. Hebatnya, Finlandia tak cuma jagoan mendidik anak-anak “normal,” tapi juga unggul dalam pendidikan bagi anak-anak yang lemah mental. Pendek kata, Finlandia berhasil membuat seluruh anak didiknya cerdas — tak peduli yang normal atau yang lemah mental.
Finlandia mengalahkan 40 negara lain di dunia berdasar survei PISA yang dilakukan oleh OECD tahun 2003. Tes komprehensif dilakukan melalui pengukuran kemampuan mathematics, reading, science, dan problem solving yang nantinya ditujukan untuk peningkatan kualitas sistem pendidikan. Tes ini dilakukan per tiga tahun — tes terakhir dilakukan pada tahun 2006 dan hasilnya baru akan keluar akhir 2007. Mau tahu di mana posisi Indonesia?
Perolehan Skor
Mathematics (rata-rata 484,84)
Hong Kong-China (550,38)
Finlandia (544,29)
Korea Selatan (542,23)
Belanda (537,82)
Liechenstein (535,80)
…..
…..
Brazil (356,02)
Tunisia (358,73)
Indonesia (360,16)
Mexico (385,22)
Thailand (416,98)
Reading (rata-rata 480,22)
Finlandia (543,46)
Korea Selatan (534,09)
Kanada (527,91)
Australia (525,43)
Liechtenstein (525,08)
…..
…..
Tunisia (374,62)
Indonesia (381,59)
Mexico (399,72)
Brazil (402,80)
Serbia (411,74)
Science (rata-rata 487,77)
Finlandia (548,23)
Jepang (547,64)
Hong Kong-China (539,50)
Korea Selatan (538,43)
Liechtenstein (525,18)
…..
…..
Tunisia (384,68)
Brazil (389,62)
Indonesia (395,04)
Mexico (404,90)
Thailand (429,06)
Problem Solving (rata-rata 485,20)
Korea Selatan (550,43)
Hong Kong-China (547,89)
Finlandia (547,61)
Jepang (547,28)
Selandia Baru (532,79)
…..
…..
Tunisia (344,74)
Indonesia (361,42)
Brazil (370,93)
Meksiko (384,39)
Turki (407,53)
Skor Total (rata-rata 484,51)
Finlandia (545,90)
Korea Selatan (541,29)
Hong Kong-China (536,83)
Jepang (531,79)
Liechtenstein (528,87)
…..
…..
Tunisia (365,69)
Indonesia (374,55)
Brazil (379,84)
Meksiko (393,56)
Thailand (422,73)
Resep Sukses Finlandia
Dari segi anggaran, Finlandia agak sedikit lebih tinggi dari negara lain — walau bukan yang tertinggi. Kegiatan sekolah juga hanya 30 jam per minggu. Tapi guru-guru di Finlandia adalah pilihan dengan kualitas terbaik. Untuk menjadi guru jauh lebih ketat persaingannya ketimbang melamar Fakultas Hukum atau Kedokteran. Guru juga diberi kebebasan dalam kurikulum, text-book, hingga metode pengajaran dan evaluasi.
Sistem pendidikan Finlandia memang unik. Remedial tidak dianggap sebagai kegagalan tapi untuk perbaikan. Orientasi dibuat untuk tujuan-tujuan yang harus dicapai. Penekanan ada di proses, bukan hasil. PR dan ujian tak musti dikerjakan dengan sempurna — yang penting murid menunjukkan adanya usaha. Ujian justru dipandang sebagai penghancur mental siswa.
Sejak awal, murid diajari bertanggung jawab mengevaluasi dirinya sendiri. Mereka didorong untuk bekerja secara independen. Guru tidak mesti selalu mengontrol mereka. Proses pembelajaran berjalan dua arah. Suasana sekolah boleh dibilang jadi lebih cair, fleksibel, dan menyenangkan. Namun efektif.
Guru juga tak pernah mengkritik murid yang justru dinilai membuat murid malu dan menghambat proses pembelajaran itu sendiri. Murid “boleh” berbuat kesalahan, namun guru akan memintanya untuk membandingkan dengan hasil sebelumnya. Memang tak ada sistem ranking di sini sehingga siswa merasa confident dan nyaman terhadap dirinya. Ranking dipandang hanya membuat guru berfokus pada murid-murid terbaik saja, bukan ke seluruh murid.
Finlandia sukses menggabungkan kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen pada keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi. Di Finlandia, perbedaan antara murid berprestasi baik dan murid yang kurang sangatlah kecil. Kata seorang guru di Finlandia, “Kalau saya gagal dalam mengajar seorang murid, maka itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya!”
Sedangkan di Indonesia malah ada sejumlah guru dan kepala sekolah yang dengan bangga tidak menaikkelaskan anak didiknya. Gagal mendidik kok bangga.
Pendidikan di Indonesia
Menikmati pendidikan belasan tahun di Indonesia membuat saya miris. Penilaian berorientasi hasil, bukan proses. Pembinaan mengabaikan EQ dan SQ. Isinya hafalan, cara cepat membabat soal, dan “ilmu” yang ketika diingat malah makin membuat lupa — tanpa penekanan soal pemikiran kritis dan pembentukan sikap mental positif. Trilogi dasar aspek pendidikan kognitif-psikomotor-afektif (sengaja?) diabaikan.
Di Indonesia, kualitas guru di Indonesia juga masih (maaf) memprihatinkan. Lulusan sekolah menengah yang jempolan biasanya lari ke tempat yang mentereng: Ilmu Kedokteran, Teknik, Ekonomi, dan sebagainya. Praktis, mereka yang masuk Ilmu Pendidikan adalah “sisa” yang gagal bersaing masuk ke jurusan elit.
Contoh lain adalah UAN yang baru saja lewat beberapa waktu lalu. Sesuai PP 19/2005, UAN adalah indikator kelulusan. Namun banyak yang menilai UAN tak bermanfaat karena hanya mengkondisikan penyelewengan — demi anak didik dan sekolah terangkat citranya. Guru, kepala sekolah, dan bahkan pejabat daerah terlibat jadi tim sukses. Passing grade ditetapkan, tapi sarana, prasarana, dan sumberdaya belum terkondisikan. Begitu hasil jeblok, segala cara agar murid lulus, bukan dengan introspeksi. We want to look good, but didn’t want to be really good.
Sebagian menyayangkan jerih payah tiga tahun hanya ditentukan dalam tiga hari. Banyak murid cerdas diterima SPMB Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru, tapi gagal dalam UAN. Murid cerdas justru terbebani mentalnya. Apalagi, andaikata tak lulus, mereka musti mengulang Paket C yang prestisenya kalah jauh. Dorongan belajar pada akhirnya justru sulit dibangkitkan dan hasil maksimal mustahil diperoleh.
Di sisi lain, kualitas pendidikan memang sedemikian rendahnya. Dengan passing grade yang cukup rendah dibanding negara tetangga, masih banyak juga yang tidak lulus. Ketika ada wacana untuk menaikkan standar, protes di sana-sini. Solusinya? Mungkin kembalikan saja ke sistem Ebtanas lama yang dirasa lebih “fair” dan tidak mengundang banyak masalah — sembari menunggu format UAN yang benar-benar pas buat negeri ini.
Atau, sebelum UAN, misalnya sekolah mengadakan seleksi intern sehingga hanya benar-benar murid yang siap yang bisa mengikuti UAN. Atau, UAN dilakukan dengan beberapa passing grade: yang nilainya sekian bisa mendaftar S1, yang sekian hanya bisa mendaftar diploma, yang kurang bisa mengulang tahun depan. Di Singapura, hanya murid tertentu yang qualified yang bisa lanjut S1, sementara sisanya masuk ke program diploma/poltek (atau TAFE kalau di Australia).
Atau, mencontek di negara maju, murid yang lulus UAN mendapat ijasah UAN, sementara yang tidak hanya memperoleh ijasah sekolah atau tanda tamat belajar. Di Inggris misalnya, setelah pendidikan wajib 16 tahun, murid bisa langsung kerja atau ambil A-Level selama dua tahun untuk persiapan kuliah. Di akhir program ada tes nasional dimana murid yang mendapat nilai A pada mata pelajaran utama bisa langsung masuk universitas favorit seperti Oxford, Cambridge, Imperial College, dan sebagainya.
Yang jelas, jika KBK/KTSP diterapkan, kita semua musti konsisten. Evaluasi harus berdasarkan proses. UAN tak perlu dipaksakan sebagai penentu kelulusan. Tapi sejauh mana kesiapan kita (terutama di daerah) untuk menerapkannya? Itu PR kita bersama.
Conclusion
Asumsikan 1 persen dari jumlah warga negara adalah jenius, maka “seharusnya” ada 2,2 juta orang berbakat di Indonesia. Masalahnya, bagaimana menemukan mereka, mengasah mereka, memberi mereka kesempatan, supaya mereka bisa mengembangkan potensinya. Indonesia bagus di fisika dan matematika. Indonesia juga jagoan badminton. Ada juga Crhisjon yang jago tinju. Ada juga anak pedagang rokok yang meraih juara dunia catur. Ada juga yang bisa menemukan ion motion control di elektrolit. Patut disayangkan mengapa pemerintah masih cuek dan belum piawai dalam mengasah intan mutu manikam.
Hipotesis sementara saya, pendidikan informal (dalam hal ini keluarga) masih jadi unsur terpenting untuk membentuk pribadi yang unggulan selama pemerintah belum mampu membangun sistem pendidikan yang benar-benar mumpuni. Keluarga jugalah yang jadi benteng melawan budaya instan dan pengaruh negatif lingkungan. Dan hipotesis alternatif saya, murid-murid SMP-SMA tak seburuk yang ditulis di media. Pengaruh 18.00-21.00 yang jauh lebih kuat daripada masa studi 7.00-13.00 juga jadi salah satu faktor yang mendistorsi kualitas mereka sebenarnya. Wajar kalau di Finlandia, sewaktu istirahat para guru dan muridnya bermain LEGO robotic. Sementara di Indonesia, murid-murid lebih suka ngerokok, pacaran, atau tawuran sewaktu istirahat.
Anyway, sekadar cerita di sebuah rumah sakit umum di Los Angeles, ada dua kamar bersalin yang saling bersebelahan. Yang satu adalah kamar VIP sementara kamar di sebelahnya kelas ekonomi dimana pasiennya negro. Hebatnya, semua diperlakukan dengan standar yang sama. Dokter dan suster melayani dengan tulus, menyambut kelahiran dengan bahagia, dan langsung menguruskan dokumen kelahirannya. Pemerintah federal juga memberikan susu dan makanan bayi selama 3 tahun. Kata mereka, “orang tuanya sih boleh miskin dan uneducated, tapi si jabang bayi ini nggak boleh miskin dan nggak boleh uneducated.”